Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Berikut adalah AKHLAK MADZMUMAH yang telah saya susun. Maafkan apabila ada kesalahan yah. Semoga bermanfaat.
MAKALAH
AKIDAH AKHLAK
AKHLAK MADZMUMAH
OLEH:
KELOMPOK XIII
NURAMALIYAH RAMADHANY 20700115056
HASRAH 20700115067
HAIRUNNISA 20700115071
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Puji syukur dihaturkan kehadirat Allah SWT. yang
memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan tepat pada waktunya, tak lupa pula penulis haturkan selawat
dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. yang telah menjadi suritauladan
yang baik bagi manusia.
Berkenaan dengan tugas yang diberikan oleh Dosen
mata kuliah Akidah Akhlak yaitu membuat makalah yang berjudul “Akhlak
Madzmumah” maka penulis sebagai Mahasiswa berjewajiban untuk mengerjakannya dan
wajib mengumpulkan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Terima kasih penulis haturkan kepada Dosen mata
kuliah Akidah Akhlak yang telah mempercayakan kepada penulis untuk
menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap dengan adanya makalah ini, dapat
membantu teman-teman dalam memahami tentang Aliran Akhlak Madzmumah.
Samata-Gowa,
27 Desember 2016
Kelompok
XIII
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang............................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah........................................................................................... 1
C.
Tujuan............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Akhlak Madzmumah.................................................................... 3
B.
Macam-Macam
Akhlak Madzmumah............................................................ 5
C.
Dampak Negatif
Akhlak Madzmumah........................................................ 20
D.
Solusi
agar Dapat Menghindari Akhlak Madzmumah................................. 21
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................... 23
B.
Implikasi....................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 24
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pada dasarnya
manusia dilahirkan di bumi ini dengan keadaan yang fitrah atau suci tanpa
adanya suatu dosa apapun. Akan tetapi, setelah itu keluarga yang memiliki peran
terbesar dalam mendidiknya menjadi insan yang bermutu. Selain dari pada
keluarga, lingkungan juga mendominasi dalam terciptanya akhlak manusia menjadi
baik ataupun buruk.
Dewasa ini,
banyak sekali kita jumpai anak muda baik itu anak SD, SMP, SMA, bahkan
mahasiswa yang senantiasa memelihara akhlak madzmumah/
akhlak tercela pada dirinya, salah satu penyebabnya yaitu karena mereka tidak
menyadari apa saja dampak negatif atau kerugian-kerugian apa saja yang
ditimbulkan oleh akhlak madzmumah
tersebut.
Oleh karena itu
kami akan membahas sedikit tentang akhlak madzmumah
itu sendiri, mulai dari definisinya, macam-macamnya dan dampak negatifnya serta
solusi atau cara menghindari akhlak madzmumah
ini.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah
pada makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Apa
definisi akhlak madzmumah?
2.
Apa
macam-macam akhlak madzmumah?
3.
Bagaimana
dampak negatif akhlak madzmumah?
4.
Bagaimana
solusi agar dapat menghindari akhlak madzmumah?
C.
Tujuan
Tujuan pada
makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Untuk
mengetahui definisi akhlak madzmumah.
2.
Untuk
mengetahui macam-macam akhlak madzmumah.
3.
Untuk
mengetahui dampak negatif akhlak madzmumah.
4.
Untuk
mengetahui solusi agar dapat menghindari akhlak madzmumah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Akhlak Madzmumah
Akhlak tercela (Madzmumah) ialah semua perangai manusia,
perangai lahir dan batin yang mungkar, maksiat, dan fahsya’, berdasarkan
petunjuk Allah SWT. dalam Al-Qur’an dan yang dilarang/dicela oleh Nabi SAW.[1]
Segala bentuk
akhlak yang bertentangan dengan akhlak mahmudah
disebut akhak madzmumah. Akhlak madzumah juga merupakan tingkah laku
yang tercela yang dapat merusak keimanan seseorang dan menjatuhkan martabatnya
sebagai manusia. Bentuk-bentuk akhlak madzmumah
ini bisa berkaitan dengan Allah SWT., Rasulullah, dirinya, keluarganya,
masyarakat, dan alam sekitarnya.[2]
Akhlak madzmumah ialah perangai atau tingkah
laku yang tercermin pada diri manusia yang cenderung melekat dalam bentuk yang tidak
menyenangkan orang lain. Dalam beberapa kamus dan ensiklopedia dihimpun
pengertian “buruk” sebagai berikut:
1.
Rusak
atau tidak baik, jahat, tidak menyenangkan, tidak elok, jelek.
2.
Perbuatan
yang tidak sopan, kurang ajar, jahat, tidak menyenangkan.
3.
Segala
yang tercela, lawan baik, lawan pantas, lawan bagus, perbuatan yang
bertentangan dengan norma-norma atau agama, adat istiadat, dan masyarakat yang
berlaku.
Akhlakul madzmumah merupakan tingkah laku
kejahatan, kriminal, perampasan hak. Akhlak secara fitrah manusia adalah baik,
namun dapat berubah menjadi akhlak buruk apabila manusia itu lahir dari
keluarga yang tabiatnya kurang baik, lingkungannya buruk, pendidikan tidak baik
dan kebiasaan-kebiasaan tidak baik sehingga menghasilkan akhlak yang buruk. [3]
Ada
berbagai macam jenis sifat yang tercela ini dan beberapa diantaranya akan
diuraikan di belakang. Sekedar contoh, termasuk sifat tercela yang dikerjakan
oleh anggota lahir (maksiat lahir) adalah mencuri, berdusta, memfitnah, dan
sebagainya. Sifat tercela yang dikerjakan oleh hati (maksiat batin) adalah
dengki, takabur, dan lain sebagainya.
Maksiat
lahir itu akan mengakibatkan kekacauan dalam masyarakat, seperti mencuri,
mencopet, merampok, menganiaya, membunuh, dan lain-lain yang dapat dilakukan
dengan tangan manusia. Begitu pula dengan kejahatan-kejahatan yang dilakukan
oleh anggota lahir lainnya yang sangat berbahaya untuk keamanan dan ketentraman
masyarakat.
Tetapi
di samping itu maksiat batin lebih berbahaya karena ia tidak kelihatan dan
kurang diperhatikan dan lebih sukar dihilangkan. Maksiat ini merupakan
pendorong dari maksiat lahir. Selama maksiat batin ini belum dilenyapkan,
maksiat lahir tidak bisa dihindarkan dari manusia. Allah SWT memperingatkan
agar manusia membersihkan jiwanya atau hatinya dari segala kotoran, yakni
sifat-sifat tercela yang melekat di hati, karena kebersihan jiwa atau kemurnian
hati itu merupakan syarat kebahagiaan manusia, di dunia dan di akhitrat.[4]
B.
Macam–Macam
Akhlak Madzmumah
1. Syirik
Syirik dalam
Bahasa Arab merupakan mashdar dari kata-kata: (asyraka-yusriku-syirk),
misalnya: syirk billahi artinya
menjadikan sekutu bagi Allah.[5] Syirik
Menurut bahasa atau etimologi berasal
dari kata : شَرَكَ – يَشْرِكُ
– شِرْكًا yang artinya penyekutuan atau
penyerikatan.
Syirik ialah
menjadikan sekutu bagi Allah dalam melakukan suatu perbuatan yang seharusnya
perbuatan itu hanya ditujukan kepada Allah (hak Allah). Orang yang melakukan syirik disebut musyrik.[6]
Kata “musyrik”
adalah kata Arab dari asal kata kerja “syarika” yang artinya berpatner
atau bergabung atau bersekutu.
Dalam Surah
Luqman [31]:13, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“…sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".[7]
Sebagaimana
disebutkan diatas tadi bahwa orang yang melakukan syirik itu disebut dengan musyrik, adalah keyakinan
bahwa disamping Allah swt, itu ada sembahan lain. Keyakinan semacam ini
jelas kontradiksi dengan jiwa tauhid (Meng Esakan Allah) yang diajarkan
Islam, karena Laa Ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang bereksistensi dan berhak
disembah selain Allah swt). Oleh karena itu, perbuatan syirik itu termasuk dosa yang paling besar.[8]
Syirik termasuk akhlak madzmumah kepada Allah yang sangat berbahaya, yang karenanya tidak
akan diterima amal kebaikan manusia, hingga amal perbuatannya menjadi sia-sia.
Karena, syarat utama diterima dan nilainya amal itu adalah ikhlas karena Allah
SWT.[9]
Dalam Surah
Al-Kahfi [18]:110, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“…Barang
siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada
Tuhannya.”[10]
Bagaimanapun,
dosa syirik tidak akan diampuni oleh
Allah SWT. Sebagaimana dalam Surah An-Nisa [4]:48, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain
(syirik) itu, bagi siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa yang mempersekutukan
Allah, maka sungguh, ia telah berbuat dosa yang besar”[11]
Allah SWT.
mengharamkan surga bagi orang yang berbuat syirik
dan tempatnya adalah dalam neraka. Sebagaimana dalam Surah Al-Maidah
[5]:72, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“…Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi
orang-orang lalim itu seorang penolong pun.”[12]
Syirik ada dua macam yaitu:
a.
Syirik Akbar (Syirik Besar)
Syirik akbar ialah dosa besar yang tidak akan
mendapat ampunan Allah. Pelakunya tidak akan masuk surga untuk selama-lamanya.[13]
Syirik besar dapat mengeluarkan pelakunya dari
Islam dan menempatkannya kekal di dalam neraka bila hingga meninggal
dunia ia belum bertobat darinya. Definisi Syirik al-akbar yakni menjadikan sekutu bagi Allah, baik dalam
masalah rububiyah, uluhiyah atau asma dan sifat-Nya.[14]
Syirik akbar terbagi menjadi empat macam, antara
lain:
1)
Syirkud Da’wah (Do’a)
Syirik dakwah ialah berdo’a memohon kepada selain Allah
disamping memohon kepada Allah.
Sebagaimana dalam Surah Al-Ankabut [29]:65, Allah SWT.
berfirman:
Terjemahnya:
“Maka
apabila mereka naik kapal mereka berdo’a kepada Allah dengan memurnikan
kataatan kepada-Nya. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai kedarat,
tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).”[15]
2)
Syirkun Niyyah
wal Iradah wal Qashd (Syirik
Niat)
Syirik niat yaitu memperuntukkan dan meniatkan
suatu ibadah kepada selain Allah. Sebagaimana dalam Surah Hud [11]:15-16, Allah
SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Barang
siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan
kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan
mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak
memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akirat itu apa yang
telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.”[16]
3)
Syirk Tha’ah (Syirik Ketaatan)
Syirik ketaatan yaitu mentaati selain Allah
dalam bermaksiat kepada-Nya.
Sebagaimana
dalam Surah Taubah [9]:31, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Mereka
menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib sebagai Tuhan selain Allah dan
(juga mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam, padahal mereka hanya
disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak
diibadahi) selain Dia, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”[17]
4)
Syirkul Mahabbah (Syirik Kecintaan)
Syirik kecintaan yaitu menyamakan kecintaan
kepada selain Allah dengan kecintaan kepada-Nya. Sebagaimana dalam Surah
Al-Baqarah [2]:165, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Dan
di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun
orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah. Dan seandainya
orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa
(pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan
bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” [18]
b.
Syirik Asgar (Syirik Kecil)
Syirik kecil yang tidak sampai mengeluarkan
pelakunya dari Islam tapi dapat mengurangi (nilai) tauhid dan dapat menjadi
perantara kepada syirik besar. Syirik asgar termasuk perbuatan dosa besar, akan tetapi masih ada
peluang diampuni Allah jika pelakunya segera bertobat. Seorang pelaku syirik asghar dikhawatirkan akan
meninggal dunia dalam keadaan kufur manakala Allah tidak mengampuninya dan
selama dia tidak bertobat kepada-Nya sebelum meninggal.[19]
Syirik asgar terbagi menjadi empat macam, antara
lain:
1)
Syirik Dzahir (Syirik yang Nampak)
Syirik yang nampak berupa perkataan dan perbuatan. Contoh
perkataan, seperti bersumpah dengan nama selain Allah.
Rasulullah
bersabda, “Barang siapa bersumpah dengan nama
selain Allah, sungguh ia telah berbuat kekufuran atau kesyirikan.” (HR.
Tirmidzi)[20]
Contoh perbuatan, seperti mengenakan kalung atau benang
untuk mengusir dan bala’, memakai jimat karena khawatir terkena penyakir dan
perbuatan lainnya.
2)
Syirik Khafiy (Syirik yang Tidak Nampak)
Syirik yang tidak nampak yaitu kesyirikan yang
terdapat pada keinginan dan niat, seperti riya (ingin dilihat orang). [21]
2. Kufur
Kufur secara bahasa berarti menutupi. Kufur merupakan kata sifat dari kafir. Jadi, kafir adalah orangnya, sedangkan
kufur adalah sifatnya. Menurut syara’,
kufur adalah tidak beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, baik dengan mendustakannya atau tidak mendustakannya.
Orang kafir merupakan kebalikan dari
orang mukmin. Sebagaimana dalam Surah Al-Anfal [8]: 55 Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Sesungguhnya
binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir
karena mereka itu tidak beriman.”[22]
Kufur ada dua jenis, antara lain:
a.
Kufur Besar
Kufur besar bisa mengeluarkan seseorang dari
agama islam. Kufur besar ada lima
macam, antara lain:
1)
Kufur karena
Mendustakan
Sebagaimana
dalam Surah Al-Ankabut [29]: 68, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Dan
siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan
terhadap Allah atau mendustakan yang tatkala hak itu datang kepadanya? Bukankah
dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang kafir?”[23]
2)
Kufur karena Enggan
dan Sombong, Padahal Membenarkan.
Sebagaimana
dalam Surah Al-Baqarah [2]: 34, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu
kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur
dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”[24]
3)
Kufur karena Ragu
Sebagaimana
dalam Surah Al-Kahfi [18]: 35-38, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
35. “Dan dia memasuki
kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira
kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,”
36. “Dan aku tidak
mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku di kembalikan
kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada
kebun-kebun itu".
37. “Kawannya (yang
mu'min) berkata kepadanya sedang dia bercakap-cakap dengannya: "Apakah
kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari
setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?”
38. “Tetapi aku
(percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan
seorangpun dengan Tuhanku.”[25]
4)
Kufur karena
Berpaling
Sebagaimana dalam Surah Al-Ahqaf [46]:
3, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Kami
tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan
dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Namun orang-orang
yang kafir berpaling dari peringatan yang diberikan kepada mereka.”[26]
5)
Kufur karena Nifaq
Sebagaimana dalam Surah Al-Munafiqun
[63]: 3, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Yang
demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian
menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak
dapat mengerti.”[27]
b.
Kufur Kecil
Kufur kecil yaitu kufur yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, ia
adalah kufur amali. Kufur amali ialah dosa-dosa yang disebutkan
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dosa-dosa kufur, tetapi tidak mencapai derajat kufur besar, seperti kufur
nikmat. Sebagaimana yang disebutkan dalam Surah An-Nahl [16]: 83, Allah SWT.
berfirman:
Terjemahnya:
“Mereka
mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang kafir.”
Termasuk
membunuh orang muslim, sebagaimana Rasulullah bersabda, “Mencari orang muslim adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah
suatu kekufuran.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dalam
hadits lain, Rasulullah bersabda, “Janganlah
kalian sepeninggalku kembali lagi menjadi orang-orang yang kafir, sebagian
kalian memenggal leher sebagian yang lain.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Teramasuk
juga bersumpah dengan nama selain Allah SWT., Rasulullah bersabda, “Barang siapa bersumpah dengan nama selain
Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik.” (H.R. Tarmidzi)[28]
3. Nifaq
Secara bahasa, nifaq berarti lubang tempat keularnya yarbu (binatang sejenis tikus) dari
sarangnya, yang jika dicari di lubang yang satu, ia akan keluar dari lubang
lain. Dikatakan pula, kata nifaq
berasal dari kata yang berarti lubang bawah tanah tempat persembunyian.
Adapun nifaq menurut syara’ artinya menampakkan Islam dan kebaikan, tetapi
menyembunyikan kekufuran dan kejahatan. Dengan kata lain, nifaq adalah menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang
terkandung di dalam hati. Orang yang melakukan perbuatan nifaq disebut munafik.[29]
Nifaq terbagi menjadi dua jenis, antara lain:
a.
Nifaq I’tiqady
Nifaq I’tiady adalah nifaq besar. Pelakunya menampakkan keislaman, tetapi dalam hatinya
tersimpan kekufuran dan kebencian terhadap islam. Jenis nifaq ini menyebabkan pelakunya murtad, keluar dari agama, dan di
akhirat kelak, ia akan berada dalam kerak neraka.
Nifaq jenis ini ada empat macam:
1)
Mendustakan
Rasulullah, atau memdustakan dari apa yang beliau bawa.
2)
Membenci
Rasulullah, atau membenci sebagian apa yang beliau bawa.
3)
Merasa
gembira dengan kemunduran agama Rasulullah.
4)
Tidak
senang dengan kemenangan agama Rasulullah.
b.
Nifaq ‘Amaliy
Nifaq ‘amaliy yaitu melakukan sesuatu yang merupakan
perbuatan orang-orang munafik, tetapi masih tetap ada iman di dalam hati. Nifaq jenis ini tidak mengeluarkannya
dari agama, tetapi merupakan washilah
(perantara) pada hal tersebut. Pelakunya berada dalam keadaan iman dan nifaq, dan jika perbuatan nifaqnya lebih banyak, hal itu dapat
menjerumuskan dia ke dalam nifaq
sesungguhnya.
Hal ini berdasarkan
hadits Rasulullah, “Ada empat hal, yang
jika berada pada diri seseorang ia menjadi seorang munafiq sesungguhnya, dan
jika seseorang memiliki kebiasaan (ciri) nifaq sampai ia meninggalkannya, yaitu
jika dipercaya ia berkhianat, dan jika berbicara ia berbohong, jika berjanji,
ia ingkar, dan jika bertengkar, ia berkata kotor.” (H.R. Muttafaq Alaih) [30]
4. Ujub dan Takabur
Secara
etimologi, ujub berasal dari “Ajiba, Ya’jibu, ‘Ujban”. Artinya, heran
(takjub). Munculnya sifat ujub
diawali dari rasa heran terhadap diri sendiri karena melihat dirinya lebih
hebat dan istimewa dari yang lain. Dari ujub,
selanjutnya muncul sifat takabur
(sombong), yakni mengecilkan dan meremehkan orang lain. Sehingga, ujub dan takabur adalah dua sifat tercela yang berdampingan. Hujjatul Islam,
Al-Ghazali mengemukakan bahwa hal-hal yang menyebabkan ujub dan takabur adalah
ilmu, amal, ibadah, kebangsawanan, kecantikan atau ketampanan, harta, kekayaan,
kekuatan, kekuasaan, dan banyak pengikut.[31]
Sifat ujub dibagi menjadi dua, antara lain:
a.
Ujub Indan Nas
Ujub indan nas adalah sikap membanggakan diri
sendiri di hadapan orang lain. Tujuannya adalah orang lain mengetahui kehebatan
dan keistimewaan dirinya.
b.
Ujub Indallah
Ujub indallah adalah sikap membanggakan diri sendiri
di hadapan Allah SWT. [32]
5.
Dengki
Di antara sifat
buruk manusia yang banyak merusak kehidupan adalah dengki. Dalam bahasa arab,
dengki disebut hasad, yaitu perasaan
yang timbul dalam diri seseorang setelah memandang sesuatu yang tidak dimiliki
olehnya, tetapi dimiliki oleh orang lain, kemudian dia menyebarkan berita bahwa
yang dimiliki orang tersebut diperoleh dengan tidak sewajarnya,[33]
Dengki ialah
suatu keadaan pikiran, yang membuat dirinya merasa sakit jika orang lain
mendapat suatu kesenangan dan ia ingin agar kesenangan itu diambil dari orang
itu meskipun ia sendiri tidak akan mendapat keuntungan apapun dengan hilangnya
kesenangan itu. Ini mengarah kepada kekejian, merasa gembira jika orang lain
bernasib buruk. Semua yang baik yang dimiliki manusia adalah karunia Allah dan
setiap keinginan orang lain agar ini dihapuskan menunjukkan bahwa: ketidak
senangannya dengan putusan Allah, dan keserakahan yang keterlampauan. Karena
seorang bakhil itu kikir dengan harta miliknya sendiri, tetapi seorang
pendengki, kikir berkenaan dengan anugerah yang datang dari khazanah Allah.[34]
Sebagaimana dalam hadist, Rasulullah
bersabda, “Janganlah kamu dengki
mendengki, jangan pula putus memutuskan hubungan persaudaraan, jangan benci
membenci, jangan pula belakang membelakangi, dan jadilah kamu semua hamba Allah
seperti saudara, sebagai mana yang diperintahkan Allah kepadamu.”(HR.
Bukhori-Muslim).
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda, “Hasad itu melalap kebaikan sebagaimana api
memakan kayu.” (H.R. Abu Dawud dari Abu Hurairah).
Dalam hadits lain pula, Rasulullah bersabda, “Ingatlah bahwa nikmat-nikmat Allah itu ada
musuhnya.” Seseorang bertanya, “Siapa
mereka itu?” Nabi menjawab, “Yaitu
orang yang dengki kepada orang lain terhadap karunia yang diberikan Allah
kepada mereka.” (H.R. At-Tabrani).
Rasulullah bersabda, “Tidak dibenarkan adanya kedengkian (hasad)
itu, melainkan dalam dua hal, yaitu seseorang yang dikarunia harta oleh Allah,
kemudian dipakai untuk hak sampai habis harta itu dan juga seseorang yang
dikaruniai ilmu oleh Allah kemudian dia mengamalkannya serta mengajarkannya
kepada orang lain.” (Muttafaq Alaih dari hadits Ibnu Umar).[35]
6.
Mengumpat
dan Mengadu Domba
Mengumpat (ghibah) adalah membicarakan aib orang
lain, sedangkan orang itu tidak suka apabila aibnya dibicarakan.[36]
Baik yang dibicarakan itu ada pada badannya, agamanya, dunianya, dirinya,
kejadiannya, akhlaknya, hartanya, anaknya, orang tuanya, istrinya atau
suaminya, pembantunya, pakaiannya, cara berjalannya, gerakannya, senyumnya,
cemburutnya, air mukanya, atau yang lainnya.
Mengadu domba (namimah) adalah memindahkan ucapan dari
seseorang atau orang lain kepada yang lainnya dengan maksud merusak hubungan
mereka.
Hukum keduanya
adalah haram menurut ijma’ seluruh
umat Islam. Sebagaimana dalam Surah Al-Hujurat [49]: 12, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang.”[37]
Selain itu,
terdapat pula dalam Surah Al-Humazah [104]: 1, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Kecelakaanlah
bagi setiap pengumpat lagi pencela.”[38]
Dari Hudzaifah r.a. bahwa Rasulullah
bersabda, “Tidak masuk surga orang yang
suka mengadu domba.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah
bersabda, “Apakah kalian tahu apa ghibah
itu?” Para sahabat menjawab, “Allah
dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Rasulullah bersabda, “Ghibah adalah kamu menyebut sesuatu yang
tidak disukai oleh temanmu tentang dia.” Rasul ditanya,”Bagaimana bila yang kuucapkan itu memang
betul ada pada temanku itu?” Rasul menjawab, “Jika apa yang kau ucapkan itu memang betul ada pada dirinya berarti
kamu telah mengumpatnya. Jika apa yang kamu katakana itu tidak benar ada
padanya berarti kamu mengada-ada (memfitnah).” (H.R. Muslim, Abu Dawud,
Tirmidzi, dan An-Nasa’i)[39]
7. Riya
Riya adalah memperlihatkan diri kepada orang
lain. Maksudnya, beramal bukan karena Allah SWT. tetapi karena manusia. Orang riya beramal bukan ikhlas karena Allah
SWT., tetapi semata-mata mengharapkan pujian dari orang lain.
Sifat riya yang dapat muncul dalam berbagai
kegiatan, antara lain:
a.
Riya dalam Beribadah
Salah satunya
adalah memperlihatkan kekhususan bila berada di tengah-tengah jama’ah atau ada orang yang melihatnya.
b.
Riya dalam Berbagai
Kegiatan
Riya dan tekun bekerja selama ada orang yang
melihat. Dia bekerja seolah-olah penuh semangat, padahal dalam hati kecilnya
tidak demikian. Ia rajin bekerja apabila ada pujian, tetapi apabila tidak ada
lagi yang memuji, semangatnya menurun.
c.
Riya dalam Berderma
atau Bersedekah
Apabila
mendermakan hartanya kepada orang lain, orang riya bermaksud bukan karena ingin menolong dengan ikhlas, tetapi ia
berderma supaya dikatakan dermawan atau pemurah.
d.
Riya dalam
Berpakaian
Orang riya biasanya memakai pakaian yang
bagus, perhiasan yang mahal-mahal, dan beraneka ragam dengan harapan agar dia
disebut orang kaya, mampu, dan pandai berusaha sehingga melebihi orang lain. [40]
C.
Dampak
Negatif Akhlak Madzmumah
Dalam sebuah
ceramah, ustadz Abu Haidar As-Sundawy menjelaskan akibat buruk akhlak buruk adalah
sebagai berikut:
1.
Baik
Akhlak Tercela maupun Pelakunya Dibenci oleh Allah
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam
hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ath Thabrani dalam Al Ausath, Ibnu Asakir
dengan sanad yang shahih, yang dijelaskan keshahihannya oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahih al Jami’ dan Silsilah Ahadits Ash Shahihah, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai
keindahan dan mencintai ketinggian akhlak serta membenci keburukan akhlak.”
Kemudian dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang shahih beliau memanjatkan do’a,
“Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari
berbagai kemungkaran akhlak, amal perbuatan yang mungkar, hawa nafsu, dan
segala macam penyakit.”
Tidaklah Rasulullah berlindung kepada
Allah dari keburukan akhlak kecuali karena memang keburukan akhlak adalah
sesuatu yang sangat merugikan.
2.
Terhapusnya
Amal-Amal yang Telah Kita Kumpulkan
Amal yang telah
bertumpuk-tumpuk akan terhapus dan bukan cuma
itu bahkan berbuah dosa. Jika akhlak mulia dapat menambah pahala dan
menggugurkan dosa maka akhlak tercela dapat mengurangi bahkan menghapus pahala
dan menambah dosa. Sehingga di akhirat nanti pahalanya habis dan dosanya
bertambah besar.
Rasulullah bersabda, “Dan sesungguhnya akhlak tercela merusak
amal sholeh sebagaimana cuka merusak madu” (HR Thabrani).
3.
Doa
Tidak akan Dikabulkan
Kerugian akhlak tercela lainnya adalah
ketika pasangan suami istri yang salah satunya memiliki akhlak tercela,
misalnya istri buruk akhlaknya, maka do’a sang suami tidak akan dikabulkan oleh
Allah SWT.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
Imam Hakim dalam Al Mustadrak dengan sanad shahih berdasarkan syarat Bukhari,
dan hadits ini juga terdapat dalam Sisilah Ahadits Ash Shahihah karya Imam Al
Albani rahimahullah no. 1805, Rasulullah bersabda, “Ada tiga golongan yang ketika berdoa kepada Allah, Allah tidak mengabulkan
do’anya: seorang laki-laki yang memiliki istri yang buruk akhlaknya namun tidak
diceraikan, seorang lelaki yang dia diminta menjadi saksi atas transaksi pinjam
meminjam kemudian dia tidak bersedia, laki-laki yang memiliki harta orang lain
yang belum mampu untuk mengelolanya namun diberikan harta tersebut kepada orang
yang belum mampu mengelolanya.”
D.
Solusi
agar Dapat Menghindari Akhlak Madzmumah
1.
Selalu
Mengingat Allah dimana saja Berada
Dari Abu Dzar, Jundub bin Junadah dan Abu
‘Abdurrahman, Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah, beliau
bersabda: “Bertaqwalah kepada Allah di
mana saja engkau berada dan susullah sesuatu perbuatan dosa dengan kebaikan,
pasti akan menghapuskannya dan bergaullah sesama manusia dengan akhlaq yang baik”.(H.R.
Tirmidzi).
a.
Menyadari
bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, sedangkan hidup yang abadi adalah
setelah kita melewati yaumul hisab nanti dikemudian hari.
b.
Selalu
berdzikir kepada Allah SWT.
c.
Selalu
bertaubat dan beristigfar.
2.
Bergaul
dengan Orang-Orang yang Saleh
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa
Rasulullah bersabda, “Seorang mukmin
adalah cermin bagi saudaranya yang mukmin.” (H.R. Abu Dawud),
a.
Selektif
dalam memilih teman.
b.
Menjauhkan
diri dari tempat-tempat yang di dalamnya terdapat maksiat.
c.
Selalu
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
d.
Meneladani
kehidupan para nabi dan rasul serta orang-orang yang saleh.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang diperoleh yaitu:
1.
Akhalak
madzmumah ialah perangai atau tingkah
laku yang tercermin pada diri manusia yang cenderung melekat dalam bentuk yang
tidak menyenangkan orang lain.
2.
Macam-macam
aklak madzmumah diantaranya yaitu syirik, kufur, nifaq, ujub, takabur,
dengki, mengumpat, mengadu domba, dan
riya.
3.
Dampak
negatif akhlak madzmumah yaitu,
dibenci oleh Allah, terhapusnya amalan-amalan yang telah dikumpulkan, dan tidak
terkabul doanya.
4.
Solusi
agar dapat menghindari akhlak madzmumah
yaitu, dengan selalu mengingat Allah swt. dan bergaul dengan orang-orang
shaleh.
B.
Implikasi
Berdasarkan
kesimpulan yang diperoleh di atas, maka dapat diketahui bahwa akhlak madzmumah itu tidak baik dan dibenci
oleh Allah swt serta masih banyak kerugian-kerugian lainnya yang disebabkan
oleh akhlak madzmumah. Oleh karena
itu, marilah kita semua berusaha untuk menjauhi akhlak madzmumah, agar kita semua terhindar dari dampak negatif yang
ditimbulkan olehnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Fauzan,
Shalih Bin Fauzan. Kitab-Kitab Tauhid. Jakarta: Ummul Qura, 2014.
Al-Wazaf,
Abdullah, et al. Pokok-Pokok
Keimanan. Bandung: Trigenda Karya, 1994.
Anwar,
Rosihon. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
AS, Asmaran. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta:
Rajawali Press, 1992.
Emang, Muh.
Ruddin, et. al. Pendidikan Agama Islam. Makassar:
Yayasan Fatiyah Makassar, 2002.
Fakih,
Abdul Latif. Deklarasi Tauhid. Tangerang: Inbook, 2011.
Hasan,
M. Ali. Tuntunan Akhlak. Jakarta:
Bulan Bintang, 1978.
Quasem, Muhammad
Abdul. Etika Al- Ghazali. Bandung:
Pustaka, 1988.
Rejeki, Sri. Dimensi Psikoterapi Suluk Ling-lung Sunan
Kalijaga. Semarang: Puslit IAIN Walisongo Semarang, 2010.
Saleh, Fauzi.
Pilar-Pilar Tauhid. Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2007.
Umary, Barnawie.
Materi Akhlak. Solo: Ramadhani, 1995.
Yatimin,
Abdullah. Studu Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, 2007.
Zainuddin, A.
dan Muhammad Jamhari. Al-Islam 2:
Muamalah dan Akhlaq. Bandung: Pustaka Setia, 1999.
[1]Muh.Ruddin Emang, et al., Pendidikan Agama Islam (Makassar: Yayasan Fatiyah Makassar, 2002),h.
97.
[2]A. Zainuddin dan Muhammad
Jamhari, Al-Islam 2:Muamalah dan Akhlaq, (Bandung:
Pustaka Setia, 1999), h.100.
[3]Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an
(Jakarta: Amzah, 2007), h. 56.
[4]Asmaran AS., Pengantar Studi Akhlak (Jakarta:
Rajawali Press, 1992), h. 185.
[5]Fauzi Saleh, Pilar-Pilar
Tauhid (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2007), h. 48.
[6]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 247.
[7]Abdul Latif Fakih, Deklarasi
Tauhid (Tangerang: Inbook, 2011), h. 14.
[8]Abdullah al-Wazaf, et al., Pokok-Pokok Keimanan
(Bandung: Trigenda Karya, 1994), h. 252.
[9]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 247-248.
[10]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 249.
[11]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 249.
[12]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 250.
[13]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 249.
[14]Fauzi Saleh, Pilar-Pilar Tauhid (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2007), h. 51.
[15]Shalih Bin Fauzan al-Fauzan, Kitab-Kitab
Tauhid (Jakarta: Ummul Qura,
2014), h. 333.
[16]Shalih Bin Fauzan al-Fauzan, Kitab-Kitab
Tauhid (Jakarta: Ummul Qura,
2014), h. 333.
[17]Shalih Bin Fauzan al-Fauzan, Kitab-Kitab
Tauhid (Jakarta: Ummul Qura,
2014), h. 333.
[18]Shalih Bin Fauzan al-Fauzan, Kitab-Kitab
Tauhid (Jakarta: Ummul Qura,
2014), h. 333.
[19]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 249.
[20]Shalih Bin Fauzan al-Fauzan, Kitab-Kitab
Tauhid (Jakarta: Ummul Qura,
2014), h. 335.
[21]Shalih Bin Fauzan al-Fauzan, Kitab-Kitab
Tauhid (Jakarta: Ummul Qura,
2014), h. 336.
[22]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 249.
[23]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 250.
[24]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 250.
[25]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 250.
[26]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 251
[27]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 251.
[28]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 253.
[29]A. Zainuddin dan Muhammad
Jamhari, Al-Islam 2:Muamalah dan Akhlaq, (Bandung:
Pustaka Setia, 1999), h.102.
[30]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 254-256.
[31]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 257.
[32]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 257-259.
[33]A. Zainuddin dan Muhammad
Jamhari, Al-Islam 2:Muamalah dan Akhlaq, (Bandung:
Pustaka Setia, 1999), h.107.
[34]Muhammad Abdul Quasem, Etika Al-Ghazali, terj. Mahyudin (Bandung: Pustaka, 1988), h. 135.
[35]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 262-263.
[36]M. Ali Hasan, Tuntunan Akhlak (Jakarta: Bulan Bintang,
1978), h. 83.
[37]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 264.
[38]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 264.
[39]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 266-267.
[40]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 268-270.
Terima kasih sudah mampir...
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar