Rabu, 05 April 2017

AKHLAK MADZMUMAH



Assalamu'alaikum Wr. Wb. 


Berikut adalah AKHLAK MADZMUMAH yang telah saya susun. Maafkan apabila ada kesalahan yah. Semoga bermanfaat.



MAKALAH
AKIDAH AKHLAK
AKHLAK MADZMUMAH




OLEH:
KELOMPOK XIII

NURAMALIYAH RAMADHANY                    20700115056
HASRAH                                                               20700115067
HAIRUNNISA                                                      20700115071

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur dihaturkan kehadirat Allah SWT. yang memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya, tak lupa pula penulis haturkan selawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. yang telah menjadi suritauladan yang baik bagi manusia.
Berkenaan dengan tugas yang diberikan oleh Dosen mata kuliah Akidah Akhlak yaitu membuat makalah yang berjudul “Akhlak Madzmumah” maka penulis sebagai Mahasiswa berjewajiban untuk mengerjakannya dan wajib mengumpulkan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Terima kasih penulis haturkan kepada Dosen mata kuliah Akidah Akhlak yang telah mempercayakan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap dengan adanya makalah ini, dapat membantu teman-teman dalam memahami tentang Aliran Akhlak Madzmumah.

Samata-Gowa, 27 Desember 2016
Kelompok XIII                                   



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah........................................................................................... 1
C.     Tujuan............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Akhlak Madzmumah.................................................................... 3
B.     Macam-Macam Akhlak Madzmumah............................................................ 5
C.     Dampak Negatif Akhlak Madzmumah........................................................ 20
D.    Solusi agar Dapat Menghindari Akhlak Madzmumah................................. 21
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................................... 23
B.     Implikasi....................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 24

 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya manusia dilahirkan di bumi ini dengan keadaan yang fitrah atau suci tanpa adanya suatu dosa apapun. Akan tetapi, setelah itu keluarga yang memiliki peran terbesar dalam mendidiknya menjadi insan yang bermutu. Selain dari pada keluarga, lingkungan juga mendominasi dalam terciptanya akhlak manusia menjadi baik ataupun buruk.
Dewasa ini, banyak sekali kita jumpai anak muda baik itu anak SD, SMP, SMA, bahkan mahasiswa yang senantiasa memelihara akhlak madzmumah/ akhlak tercela pada dirinya, salah satu penyebabnya yaitu karena mereka tidak menyadari apa saja dampak negatif atau kerugian-kerugian apa saja yang ditimbulkan oleh akhlak madzmumah tersebut.
Oleh karena itu kami akan membahas sedikit tentang akhlak madzmumah itu sendiri, mulai dari definisinya, macam-macamnya dan dampak negatifnya serta solusi atau cara menghindari akhlak madzmumah ini.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Apa definisi akhlak madzmumah?
2.      Apa macam-macam akhlak madzmumah?
3.      Bagaimana dampak negatif akhlak madzmumah?
4.      Bagaimana solusi agar dapat menghindari akhlak madzmumah?
C.     Tujuan
Tujuan pada makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui definisi akhlak madzmumah.
2.      Untuk mengetahui macam-macam akhlak madzmumah.
3.      Untuk mengetahui dampak negatif akhlak madzmumah.
4.      Untuk mengetahui solusi agar dapat menghindari akhlak madzmumah.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Akhlak Madzmumah
Akhlak tercela (Madzmumah) ialah semua perangai manusia, perangai lahir dan batin yang mungkar, maksiat, dan fahsya’, berdasarkan petunjuk Allah SWT. dalam Al-Qur’an dan yang dilarang/dicela oleh Nabi SAW.[1]
Segala bentuk akhlak yang bertentangan dengan akhlak mahmudah disebut akhak madzmumah. Akhlak madzumah juga merupakan tingkah laku yang tercela yang dapat merusak keimanan seseorang dan menjatuhkan martabatnya sebagai manusia. Bentuk-bentuk akhlak madzmumah ini bisa berkaitan dengan Allah SWT., Rasulullah, dirinya, keluarganya, masyarakat, dan alam sekitarnya.[2]
Akhlak madzmumah ialah perangai atau tingkah laku yang tercermin pada diri manusia yang cenderung melekat dalam bentuk yang tidak menyenangkan orang lain. Dalam beberapa kamus dan ensiklopedia dihimpun pengertian “buruk” sebagai berikut:
1.      Rusak atau tidak baik, jahat, tidak menyenangkan, tidak elok, jelek.
2.      Perbuatan yang tidak sopan, kurang ajar, jahat, tidak menyenangkan.
3.      Segala yang tercela, lawan baik, lawan pantas, lawan bagus, perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma atau agama, adat istiadat, dan masyarakat yang berlaku.
Akhlakul madzmumah merupakan tingkah laku kejahatan, kriminal, perampasan hak. Akhlak secara fitrah manusia adalah baik, namun dapat berubah menjadi akhlak buruk apabila manusia itu lahir dari keluarga yang tabiatnya kurang baik, lingkungannya buruk, pendidikan tidak baik dan kebiasaan-kebiasaan tidak baik sehingga menghasilkan akhlak yang buruk. [3]
Ada berbagai macam jenis sifat yang tercela ini dan beberapa diantaranya akan diuraikan di belakang. Sekedar contoh, termasuk sifat tercela yang dikerjakan oleh anggota lahir (maksiat lahir) adalah mencuri, berdusta, memfitnah, dan sebagainya. Sifat tercela yang dikerjakan oleh hati (maksiat batin) adalah dengki, takabur, dan lain sebagainya.
Maksiat lahir itu akan mengakibatkan kekacauan dalam masyarakat, seperti mencuri, mencopet, merampok, menganiaya, membunuh, dan lain-lain yang dapat dilakukan dengan tangan manusia. Begitu pula dengan kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh anggota lahir lainnya yang sangat berbahaya untuk keamanan dan ketentraman masyarakat.
Tetapi di samping itu maksiat batin lebih berbahaya karena ia tidak kelihatan dan kurang diperhatikan dan lebih sukar dihilangkan. Maksiat ini merupakan pendorong dari maksiat lahir. Selama maksiat batin ini belum dilenyapkan, maksiat lahir tidak bisa dihindarkan dari manusia. Allah SWT memperingatkan agar manusia membersihkan jiwanya atau hatinya dari segala kotoran, yakni sifat-sifat tercela yang melekat di hati, karena kebersihan jiwa atau kemurnian hati itu merupakan syarat kebahagiaan manusia, di dunia dan di akhitrat.[4]
B.     Macam–Macam Akhlak Madzmumah
1.      Syirik
Syirik dalam Bahasa Arab merupakan mashdar dari kata-kata: (asyraka-yusriku-syirk), misalnya: syirk billahi artinya menjadikan  sekutu bagi Allah.[5] Syirik Menurut bahasa atau etimologi  berasal dari kata :  شَرَكَيَشْرِكُ  شِرْكًا yang artinya penyekutuan atau penyerikatan.
Syirik ialah menjadikan sekutu bagi Allah dalam melakukan suatu perbuatan yang seharusnya perbuatan itu hanya ditujukan kepada Allah (hak Allah). Orang yang melakukan syirik disebut musyrik.[6]
Kata “musyrik” adalah kata Arab dari asal kata kerja “syarika” yang artinya berpatner atau bergabung atau bersekutu.
Dalam Surah Luqman [31]:13, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“…sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".[7]
Sebagaimana disebutkan diatas tadi bahwa orang yang  melakukan syirik  itu disebut dengan musyrik, adalah keyakinan  bahwa disamping Allah swt, itu ada sembahan  lain. Keyakinan semacam ini jelas kontradiksi dengan jiwa tauhid (Meng Esakan Allah) yang  diajarkan Islam, karena Laa Ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang bereksistensi dan berhak disembah selain Allah swt). Oleh karena itu, perbuatan syirik itu termasuk dosa yang paling besar.[8]
Syirik termasuk akhlak madzmumah kepada Allah yang sangat berbahaya, yang karenanya tidak akan diterima amal kebaikan manusia, hingga amal perbuatannya menjadi sia-sia. Karena, syarat utama diterima dan nilainya amal itu adalah ikhlas karena Allah SWT.[9]
Dalam Surah Al-Kahfi [18]:110, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“…Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.”[10]
Bagaimanapun, dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Sebagaimana dalam Surah An-Nisa [4]:48, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain (syirik) itu, bagi siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh, ia telah berbuat dosa yang besar”[11]
Allah SWT. mengharamkan surga bagi orang yang berbuat syirik dan tempatnya adalah dalam neraka. Sebagaimana dalam Surah Al-Maidah [5]:72, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“…Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun.[12]
Syirik ada dua macam yaitu:
a.       Syirik Akbar (Syirik Besar)
Syirik akbar ialah dosa besar yang tidak akan mendapat ampunan Allah. Pelakunya tidak akan masuk surga untuk selama-lamanya.[13]
Syirik besar dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam dan  menempatkannya kekal di dalam neraka bila hingga meninggal dunia ia belum  bertobat darinya. Definisi Syirik al-akbar yakni menjadikan sekutu bagi Allah, baik dalam masalah rububiyah, uluhiyah atau asma dan sifat-Nya.[14]
Syirik akbar terbagi menjadi empat macam, antara lain:
1)      Syirkud Da’wah (Do’a)

Syirik dakwah ialah berdo’a memohon kepada selain Allah disamping memohon kepada Allah.

 Sebagaimana dalam Surah Al-Ankabut [29]:65, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo’a kepada Allah dengan memurnikan kataatan kepada-Nya. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai kedarat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).”[15]
2)      Syirkun Niyyah wal Iradah wal Qashd (Syirik Niat)
Syirik niat yaitu memperuntukkan dan meniatkan suatu ibadah kepada selain Allah. Sebagaimana dalam Surah Hud [11]:15-16, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia  dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.”[16]
3)      Syirk Tha’ah (Syirik Ketaatan)
Syirik ketaatan yaitu mentaati selain Allah dalam bermaksiat kepada-Nya.



Sebagaimana dalam Surah Taubah [9]:31, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam,  padahal mereka hanya  disuruh menyembah Tuhan  Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak diibadahi) selain Dia, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”[17]
4)      Syirkul Mahabbah (Syirik Kecintaan)
Syirik kecintaan yaitu menyamakan kecintaan kepada selain Allah dengan kecintaan kepada-Nya. Sebagaimana dalam Surah Al-Baqarah [2]:165, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan  selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah. Dan seandainya orang-orang  yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan  Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” [18]
b.      Syirik Asgar (Syirik Kecil)
Syirik kecil yang tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam tapi dapat mengurangi (nilai) tauhid dan dapat menjadi perantara kepada syirik besar. Syirik asgar termasuk perbuatan dosa besar, akan tetapi masih ada peluang diampuni Allah jika pelakunya segera bertobat. Seorang pelaku syirik asghar dikhawatirkan akan meninggal dunia dalam keadaan kufur manakala Allah tidak mengampuninya dan selama dia tidak bertobat kepada-Nya sebelum meninggal.[19]
Syirik asgar terbagi menjadi empat macam, antara lain:
1)      Syirik Dzahir (Syirik yang Nampak)
Syirik yang nampak berupa perkataan dan perbuatan. Contoh perkataan, seperti bersumpah dengan nama selain Allah.
Rasulullah bersabda, “Barang siapa bersumpah dengan nama selain Allah, sungguh ia telah berbuat kekufuran atau kesyirikan.” (HR. Tirmidzi)[20]
Contoh perbuatan, seperti mengenakan kalung atau benang untuk mengusir dan bala’, memakai jimat karena khawatir terkena penyakir dan perbuatan lainnya.
2)      Syirik Khafiy (Syirik yang Tidak Nampak)
Syirik yang tidak nampak yaitu kesyirikan yang terdapat pada keinginan dan niat, seperti riya (ingin dilihat orang). [21]



2.      Kufur
Kufur secara bahasa berarti menutupi. Kufur merupakan kata sifat dari kafir. Jadi, kafir adalah orangnya, sedangkan kufur adalah sifatnya. Menurut syara’, kufur adalah tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dengan mendustakannya atau tidak mendustakannya. Orang kafir merupakan kebalikan dari orang mukmin. Sebagaimana dalam Surah Al-Anfal [8]: 55 Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir karena mereka itu tidak beriman.”[22]
Kufur ada dua jenis, antara lain:
a.       Kufur Besar
Kufur besar bisa mengeluarkan seseorang dari agama islam. Kufur besar ada lima macam, antara lain:
1)      Kufur karena Mendustakan
Sebagaimana dalam Surah Al-Ankabut [29]: 68, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang tatkala hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang kafir?”[23]
2)      Kufur karena Enggan dan Sombong, Padahal Membenarkan.
Sebagaimana dalam Surah Al-Baqarah [2]: 34, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”[24]
3)      Kufur karena Ragu
Sebagaimana dalam Surah Al-Kahfi [18]: 35-38, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
35. “Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,”
36. “Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku di kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu".
37. “Kawannya (yang mu'min) berkata kepadanya sedang dia bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?”
38. “Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku.”[25]
4)      Kufur karena Berpaling
Sebagaimana dalam Surah Al-Ahqaf [46]: 3, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Namun orang-orang yang kafir berpaling dari peringatan yang diberikan kepada mereka.”[26]
5)      Kufur karena Nifaq
Sebagaimana dalam Surah Al-Munafiqun [63]: 3, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti.”[27]
b.      Kufur Kecil
Kufur kecil yaitu kufur yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, ia adalah kufur amali. Kufur amali ialah dosa-dosa yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dosa-dosa kufur, tetapi tidak mencapai derajat kufur besar, seperti kufur nikmat. Sebagaimana yang disebutkan dalam Surah An-Nahl [16]: 83, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.”
Termasuk membunuh orang muslim, sebagaimana Rasulullah bersabda, “Mencari orang muslim adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah suatu kekufuran.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian sepeninggalku kembali lagi menjadi orang-orang yang kafir, sebagian kalian memenggal leher sebagian yang lain.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Teramasuk juga bersumpah dengan nama selain Allah SWT., Rasulullah bersabda, “Barang siapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik.” (H.R. Tarmidzi)[28]
3.      Nifaq
Secara bahasa, nifaq berarti lubang tempat keularnya yarbu (binatang sejenis tikus) dari sarangnya, yang jika dicari di lubang yang satu, ia akan keluar dari lubang lain. Dikatakan pula, kata nifaq berasal dari kata yang berarti lubang bawah tanah tempat persembunyian.
Adapun nifaq menurut syara’ artinya menampakkan Islam dan kebaikan, tetapi menyembunyikan kekufuran dan kejahatan. Dengan kata lain, nifaq adalah menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang terkandung di dalam hati. Orang yang melakukan perbuatan nifaq disebut munafik.[29]
Nifaq terbagi menjadi dua jenis, antara lain:
a.       Nifaq I’tiqady
Nifaq I’tiady adalah nifaq besar. Pelakunya menampakkan keislaman, tetapi dalam hatinya tersimpan kekufuran dan kebencian terhadap islam. Jenis nifaq ini menyebabkan pelakunya murtad, keluar dari agama, dan di akhirat kelak, ia akan berada dalam kerak neraka.
Nifaq jenis ini ada empat macam:
1)      Mendustakan Rasulullah, atau memdustakan dari apa yang beliau bawa.
2)      Membenci Rasulullah, atau membenci sebagian apa yang beliau bawa.
3)      Merasa gembira dengan kemunduran agama Rasulullah.
4)      Tidak senang dengan kemenangan agama Rasulullah.
b.      Nifaq ‘Amaliy
Nifaq ‘amaliy yaitu melakukan sesuatu yang merupakan perbuatan orang-orang munafik, tetapi masih tetap ada iman di dalam hati. Nifaq jenis ini tidak mengeluarkannya dari agama, tetapi merupakan washilah (perantara) pada hal tersebut. Pelakunya berada dalam keadaan iman dan nifaq, dan jika perbuatan nifaqnya lebih banyak, hal itu dapat menjerumuskan dia ke dalam nifaq sesungguhnya.
 Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah, “Ada empat hal, yang jika berada pada diri seseorang ia menjadi seorang munafiq sesungguhnya, dan jika seseorang memiliki kebiasaan (ciri) nifaq sampai ia meninggalkannya, yaitu jika dipercaya ia berkhianat, dan jika berbicara ia berbohong, jika berjanji, ia ingkar, dan jika bertengkar, ia berkata kotor.” (H.R. Muttafaq Alaih) [30]



4.      Ujub dan Takabur
Secara etimologi, ujub berasal dari “Ajiba, Ya’jibu, ‘Ujban”. Artinya, heran (takjub). Munculnya sifat ujub diawali dari rasa heran terhadap diri sendiri karena melihat dirinya lebih hebat dan istimewa dari yang lain. Dari ujub, selanjutnya muncul sifat takabur (sombong), yakni mengecilkan dan meremehkan orang lain. Sehingga, ujub dan takabur adalah dua sifat tercela yang berdampingan. Hujjatul Islam, Al-Ghazali mengemukakan bahwa hal-hal yang menyebabkan ujub dan takabur adalah ilmu, amal, ibadah, kebangsawanan, kecantikan atau ketampanan, harta, kekayaan, kekuatan, kekuasaan, dan banyak pengikut.[31]
Sifat ujub dibagi menjadi dua, antara lain:
a.       Ujub Indan Nas
Ujub indan nas adalah sikap membanggakan diri sendiri di hadapan orang lain. Tujuannya adalah orang lain mengetahui kehebatan dan keistimewaan dirinya.
b.      Ujub Indallah
Ujub indallah adalah sikap membanggakan diri sendiri di hadapan Allah SWT. [32]
5.      Dengki
Di antara sifat buruk manusia yang banyak merusak kehidupan adalah dengki. Dalam bahasa arab, dengki disebut hasad, yaitu perasaan yang timbul dalam diri seseorang setelah memandang sesuatu yang tidak dimiliki olehnya, tetapi dimiliki oleh orang lain, kemudian dia menyebarkan berita bahwa yang dimiliki orang tersebut diperoleh dengan tidak sewajarnya,[33]
Dengki ialah suatu keadaan pikiran, yang membuat dirinya merasa sakit jika orang lain mendapat suatu kesenangan dan ia ingin agar kesenangan itu diambil dari orang itu meskipun ia sendiri tidak akan mendapat keuntungan apapun dengan hilangnya kesenangan itu. Ini mengarah kepada kekejian, merasa gembira jika orang lain bernasib buruk. Semua yang baik yang dimiliki manusia adalah karunia Allah dan setiap keinginan orang lain agar ini dihapuskan menunjukkan bahwa: ketidak senangannya dengan putusan Allah, dan keserakahan yang keterlampauan. Karena seorang bakhil itu kikir dengan harta miliknya sendiri, tetapi seorang pendengki, kikir berkenaan dengan anugerah yang datang dari khazanah Allah.[34]
Sebagaimana dalam hadist, Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu dengki mendengki, jangan pula putus memutuskan hubungan persaudaraan, jangan benci membenci, jangan pula belakang membelakangi, dan jadilah kamu semua hamba Allah seperti saudara, sebagai mana yang diperintahkan Allah kepadamu.”(HR. Bukhori-Muslim).
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda, “Hasad itu melalap kebaikan sebagaimana api memakan kayu.” (H.R. Abu Dawud dari Abu Hurairah).
Dalam hadits lain pula, Rasulullah bersabda, “Ingatlah bahwa nikmat-nikmat Allah itu ada musuhnya.” Seseorang bertanya, “Siapa mereka itu?” Nabi menjawab, “Yaitu orang yang dengki kepada orang lain terhadap karunia yang diberikan Allah kepada mereka.” (H.R. At-Tabrani).
Rasulullah bersabda, “Tidak dibenarkan adanya kedengkian (hasad) itu, melainkan dalam dua hal, yaitu seseorang yang dikarunia harta oleh Allah, kemudian dipakai untuk hak sampai habis harta itu dan juga seseorang yang dikaruniai ilmu oleh Allah kemudian dia mengamalkannya serta mengajarkannya kepada orang lain.” (Muttafaq Alaih dari hadits Ibnu Umar).[35]
6.      Mengumpat dan Mengadu Domba
Mengumpat (ghibah) adalah membicarakan aib orang lain, sedangkan orang itu tidak suka apabila aibnya dibicarakan.[36] Baik yang dibicarakan itu ada pada badannya, agamanya, dunianya, dirinya, kejadiannya, akhlaknya, hartanya, anaknya, orang tuanya, istrinya atau suaminya, pembantunya, pakaiannya, cara berjalannya, gerakannya, senyumnya, cemburutnya, air mukanya, atau yang lainnya.
Mengadu domba (namimah) adalah memindahkan ucapan dari seseorang atau orang lain kepada yang lainnya dengan maksud merusak hubungan mereka.
Hukum keduanya adalah haram menurut ijma’ seluruh umat Islam. Sebagaimana dalam Surah Al-Hujurat [49]: 12, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”[37]
Selain itu, terdapat pula dalam Surah Al-Humazah [104]: 1, Allah SWT. berfirman:
Terjemahnya:
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.”[38]
Dari Hudzaifah r.a. bahwa Rasulullah bersabda, “Tidak masuk surga orang yang suka mengadu domba.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah bersabda, “Apakah kalian tahu apa ghibah itu?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Rasulullah bersabda, “Ghibah adalah kamu menyebut sesuatu yang tidak disukai oleh temanmu tentang dia.” Rasul ditanya,”Bagaimana bila yang kuucapkan itu memang betul ada pada temanku itu?” Rasul menjawab, “Jika apa yang kau ucapkan itu memang betul ada pada dirinya berarti kamu telah mengumpatnya. Jika apa yang kamu katakana itu tidak benar ada padanya berarti kamu mengada-ada (memfitnah).” (H.R. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan An-Nasa’i)[39]
7.      Riya
Riya adalah memperlihatkan diri kepada orang lain. Maksudnya, beramal bukan karena Allah SWT. tetapi karena manusia. Orang riya beramal bukan ikhlas karena Allah SWT., tetapi semata-mata mengharapkan pujian dari orang lain.



Sifat riya yang dapat muncul dalam berbagai kegiatan, antara lain:
a.       Riya dalam Beribadah
Salah satunya adalah memperlihatkan kekhususan bila berada di tengah-tengah jama’ah atau ada orang yang melihatnya.
b.      Riya dalam Berbagai Kegiatan
Riya dan tekun bekerja selama ada orang yang melihat. Dia bekerja seolah-olah penuh semangat, padahal dalam hati kecilnya tidak demikian. Ia rajin bekerja apabila ada pujian, tetapi apabila tidak ada lagi yang memuji, semangatnya menurun.
c.       Riya dalam Berderma atau Bersedekah
Apabila mendermakan hartanya kepada orang lain, orang riya bermaksud bukan karena ingin menolong dengan ikhlas, tetapi ia berderma supaya dikatakan dermawan atau pemurah.
d.      Riya dalam Berpakaian
Orang riya biasanya memakai pakaian yang bagus, perhiasan yang mahal-mahal, dan beraneka ragam dengan harapan agar dia disebut orang kaya, mampu, dan pandai berusaha sehingga melebihi orang lain. [40]
C.     Dampak Negatif Akhlak Madzmumah
Dalam sebuah ceramah, ustadz Abu Haidar As-Sundawy menjelaskan akibat buruk akhlak buruk adalah sebagai berikut:
1.      Baik Akhlak Tercela maupun Pelakunya Dibenci oleh Allah
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ath Thabrani dalam Al Ausath, Ibnu Asakir dengan sanad yang shahih, yang dijelaskan keshahihannya oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih al Jami’ dan Silsilah Ahadits Ash Shahihah, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan dan mencintai ketinggian akhlak serta membenci keburukan akhlak.”
Kemudian dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang shahih beliau memanjatkan do’a, “Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari berbagai kemungkaran akhlak, amal perbuatan yang mungkar, hawa nafsu, dan segala macam penyakit.”
Tidaklah Rasulullah berlindung kepada Allah dari keburukan akhlak kecuali karena memang keburukan akhlak adalah sesuatu yang sangat merugikan.
2.      Terhapusnya Amal-Amal yang Telah Kita Kumpulkan
Amal yang telah bertumpuk-tumpuk akan terhapus dan bukan cuma  itu bahkan berbuah dosa. Jika akhlak mulia dapat menambah pahala dan menggugurkan dosa maka akhlak tercela dapat mengurangi bahkan menghapus pahala dan menambah dosa. Sehingga di akhirat nanti pahalanya habis dan dosanya bertambah besar.
Rasulullah bersabda, “Dan sesungguhnya akhlak tercela merusak amal sholeh sebagaimana cuka merusak madu” (HR Thabrani).
3.      Doa Tidak akan Dikabulkan
Kerugian akhlak tercela lainnya adalah ketika pasangan suami istri yang salah satunya memiliki akhlak tercela, misalnya istri buruk akhlaknya, maka do’a sang suami tidak akan dikabulkan oleh Allah SWT.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Hakim dalam Al Mustadrak dengan sanad shahih berdasarkan syarat Bukhari, dan hadits ini juga terdapat dalam Sisilah Ahadits Ash Shahihah karya Imam Al Albani rahimahullah no. 1805, Rasulullah bersabda, “Ada tiga golongan yang ketika berdoa kepada Allah, Allah tidak mengabulkan do’anya: seorang laki-laki yang memiliki istri yang buruk akhlaknya namun tidak diceraikan, seorang lelaki yang dia diminta menjadi saksi atas transaksi pinjam meminjam kemudian dia tidak bersedia, laki-laki yang memiliki harta orang lain yang belum mampu untuk mengelolanya namun diberikan harta tersebut kepada orang yang belum mampu mengelolanya.”



D.    Solusi agar Dapat Menghindari Akhlak Madzmumah
1.      Selalu Mengingat Allah dimana saja Berada
Dari Abu Dzar, Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdurrahman, Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah, beliau bersabda: “Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan susullah sesuatu perbuatan dosa dengan kebaikan, pasti akan menghapuskannya dan bergaullah sesama manusia dengan akhlaq yang baik”.(H.R. Tirmidzi).
a.       Menyadari bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara, sedangkan hidup yang abadi adalah setelah kita melewati yaumul hisab nanti dikemudian hari.
b.      Selalu berdzikir kepada Allah SWT.
c.       Selalu bertaubat dan beristigfar.
2.      Bergaul dengan Orang-Orang yang Saleh
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda, “Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya yang mukmin.” (H.R. Abu Dawud),
a.       Selektif dalam memilih teman.
b.      Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang di dalamnya terdapat maksiat.
c.       Selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.
d.      Meneladani kehidupan para nabi dan rasul serta orang-orang yang saleh.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh yaitu:
1.      Akhalak madzmumah ialah perangai atau tingkah laku yang tercermin pada diri manusia yang cenderung melekat dalam bentuk yang tidak menyenangkan orang lain.
2.      Macam-macam aklak madzmumah diantaranya yaitu syirik, kufur, nifaq, ujub, takabur, dengki, mengumpat, mengadu domba, dan riya.
3.      Dampak negatif akhlak madzmumah yaitu, dibenci oleh Allah, terhapusnya amalan-amalan yang telah dikumpulkan, dan tidak terkabul doanya.
4.      Solusi agar dapat menghindari akhlak madzmumah yaitu, dengan selalu mengingat Allah swt. dan bergaul dengan orang-orang shaleh.
B.     Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh di atas, maka dapat diketahui bahwa akhlak madzmumah itu tidak baik dan dibenci oleh Allah swt serta masih banyak kerugian-kerugian lainnya yang disebabkan oleh akhlak madzmumah. Oleh karena itu, marilah kita semua berusaha untuk menjauhi akhlak madzmumah, agar kita semua terhindar dari dampak negatif yang ditimbulkan olehnya. 




DAFTAR PUSTAKA

Al-Fauzan, Shalih Bin Fauzan. Kitab-Kitab Tauhid. Jakarta: Ummul Qura, 2014.
Al-Wazaf, Abdullah, et al. Pokok-Pokok Keimanan. Bandung: Trigenda Karya, 1994.
Anwar, Rosihon.  Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
AS, Asmaran. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Rajawali Press, 1992.
Emang, Muh. Ruddin, et. al. Pendidikan Agama Islam. Makassar: Yayasan Fatiyah Makassar, 2002.
Fakih, Abdul Latif. Deklarasi Tauhid. Tangerang: Inbook, 2011.
Hasan, M. Ali. Tuntunan Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Quasem, Muhammad Abdul. Etika Al- Ghazali. Bandung: Pustaka, 1988.
Rejeki, Sri. Dimensi Psikoterapi Suluk Ling-lung Sunan Kalijaga. Semarang: Puslit IAIN Walisongo Semarang, 2010.
Saleh, Fauzi. Pilar-Pilar Tauhid. Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2007.
Umary, Barnawie. Materi Akhlak. Solo: Ramadhani, 1995.
Yatimin, Abdullah. Studu Akhlak Dalam Perspektif  Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, 2007.
Zainuddin, A. dan Muhammad Jamhari. Al-Islam 2: Muamalah dan Akhlaq. Bandung: Pustaka Setia, 1999.





[1]Muh.Ruddin Emang, et al., Pendidikan Agama Islam  (Makassar: Yayasan Fatiyah Makassar, 2002),h. 97.
[2]A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari, Al-Islam 2:Muamalah dan Akhlaq, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.100.
[3]Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2007), h. 56.
[4]Asmaran AS., Pengantar Studi Akhlak  (Jakarta:  Rajawali Press, 1992), h. 185.
[5]Fauzi Saleh, Pilar-Pilar Tauhid (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2007), h. 48.
[6]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 247.
[7]Abdul Latif Fakih, Deklarasi Tauhid (Tangerang: Inbook, 2011), h. 14.
[8]Abdullah al-Wazaf, et al., Pokok-Pokok Keimanan (Bandung: Trigenda Karya, 1994), h. 252.
[9]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 247-248.
[10]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 249.
[11]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 249.
[12]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 250.
[13]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 249.
[14]Fauzi Saleh, Pilar-Pilar Tauhid (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2007), h. 51.
[15]Shalih Bin Fauzan al-Fauzan, Kitab-Kitab Tauhid (Jakarta: Ummul Qura, 2014), h. 333.  
[16]Shalih Bin Fauzan al-Fauzan, Kitab-Kitab Tauhid (Jakarta: Ummul Qura, 2014), h. 333.  
[17]Shalih Bin Fauzan al-Fauzan, Kitab-Kitab Tauhid (Jakarta: Ummul Qura, 2014), h. 333.  
[18]Shalih Bin Fauzan al-Fauzan, Kitab-Kitab Tauhid (Jakarta: Ummul Qura, 2014), h. 333.
[19]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 249.
[20]Shalih Bin Fauzan al-Fauzan, Kitab-Kitab Tauhid (Jakarta: Ummul Qura, 2014), h. 335.
[21]Shalih Bin Fauzan al-Fauzan, Kitab-Kitab Tauhid (Jakarta: Ummul Qura, 2014), h. 336.
[22]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 249.
[23]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 250.
[24]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 250.
[25]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 250.
[26]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 251
[27]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 251.
[28]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 253.
[29]A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari, Al-Islam 2:Muamalah dan Akhlaq, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.102.
[30]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 254-256.
[31]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 257.
[32]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 257-259.
[33]A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari, Al-Islam 2:Muamalah dan Akhlaq, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.107.
[34]Muhammad Abdul Quasem, Etika Al-Ghazali, terj. Mahyudin  (Bandung: Pustaka, 1988), h. 135.
[35]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 262-263.
[36]M. Ali Hasan, Tuntunan Akhlak (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 83.
[37]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 264.
[38]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 264.
[39]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 266-267.
[40]Rosihon Anwar, Akidah Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 268-270.



Terima kasih sudah mampir...
 Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar